Rabu, 24 November 2010

ULKUS ARTERI

A.   KONSEP TEORI

1.     Anatomi Dan Fisiologi Sistem Integumen

Kulit terdiri dari 3 lapisan :
a.       Epidermis :
1. Stratum korneum, selnya sudah mati,tidak mempunyai inti sel dan menggandung sel keratin.
2. Stratum lusidum, selnya pipih, bedanya dengan stratum granulosum ialah sel-sel sudah banyak kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi jernih sekali dan tembus sinar. Lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki. Dalam lapisan terdapat seperti suatu pita yang bening, batas-batas sel sudah tidak begitu terlihat.
3. Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipih seperti kumparan  sel-sel tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit. Dalam sitoplasma terdapat butir-butir yang disebut keratohialin yang merupakan fase dalam pembentukan keratin oleh karna banyaknya butir-butir stratum granulosum.
4. Stratum spinosum/stratum akantosum, lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan dapat mencapai 0,2 mm terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya disebut spinosus karena jika kita lihat di bawah mikroskop sel-selnya terdiri dari sel yang bentuknya poligonal (banyak sudut) dan mempunyai tanduk (spina). Disebut akantosum karena selselnya berduri. Ternyata spina atau tanduk tersebut adalah hubungan antara sel yang lain yang disebut jembatan interseluler.
5. Stratum basal/germinatikum, disebut stratum basal karena sel-selnya terletak di bagian basal. Stratum germinatikum menggantikan selsel yang di atasnya dan merupakan sel-sel induk. Bentuknya silindris(tabung) dengan inti yang lonjong. Di dalamnya terdapat butir-butir halus disebut butir melanin warna. Sel-el tersebut disusun seperti pagar di bagian bawah sel tersebut terdapat suatu membran yang disebut membran basalis. (Syaifudin, 2006)
b.      Dermis
Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit. Batas dengan epidermis dilapisi oleh membran basalis dan di sebelah bawah berbatasan dengan subkutis tapi batas ini tidak jelas hanya kita ambil sebagai patokan ialah mulainya terdapat sel lemak.
Lapiran dermis terbagi 2, yaitu :
1. stratum Papilaris
2. stratum retikularis
(Syaifudin, 2006)
c.       Subkutis
Subkutis terdiri dari kumpulan-kumpulan sel-sel lemak dan di antara gerombolan ini berjalan serabut-serabut jaringan ikat dermis. Sel-sel lemak ini bentuknya bulat dengan inti terdesak ke pinggir, sehinga membentuk seperti cincin. (Syaifudin, 2006)

2. Gambar lapisan-lapisan kulit





3. Fisiologi Kulit (Indra Raba)
Rasa sentuhan disebabkan rangsangan pada ujung saraf yang dikulit berbeda-beda menurut ujung saraf yang dirangsang. Panas, dingin, dan sakit ditimbulkan karena tekanan yang dalam dan rasa yang berat dari suatu benda misalnya mengenai otot dan tulang. Disamping itu kulit juga sebagai pelepas panas yang ada pada tubuh.
Kulit mempunyai banyak ujung-ujung saraf peraba yang menerima rangsangan dari luar dan di teruskan ke hipotalamus.
Fungsi kulit:
1.      Melindungi tubuh terhadap luka, mekanis, kimia karena epitelnya dengan bantuan sekret kelenjar memberi perlindungan terhadap kulit.
2.      Perlindungan terhadap mikroorganisme patogen.
3.      Mempertahankan suhu tubuh dengan pertolongan sirkulasi darah
4.      Mengatur keseimbangan cairan melalui sirkulasi kelenjar
5.      Alat indra melalui peryarafan sensorik, tekanan, temperatur, dan nyeri.
6.      Sebagai alat rangsangan rasa yang datang dari luar yang dibawa oleh saraf sensorik dan motorik ke otak. (Syaifudin, 2006)

2.     Definisi

Ulkus arteriosum ialah ulkus yang terjadi akibat gangguan peredaran darah arteri. (Prof. Dr. dr. Adhi Djuanda : 249: 2007)
Penyakit Raynaud adalah kelainan vasokonstriksi proksimal yang rukuren dari arteri kecil dan arteriol, terutama pada ekstremitas atas oleh factor presipitasi dingin atau stress, bersifat simetri dengan akibat-akibat kulit memucat setempat (local pallor) sebagai fase vasokonstriksi, biasanya diikuti oleh fase sianotik (sluggish flow) lalu diakhiri oleh fase vasodilatasi (blushing) pada saat timbul rubor dan parestesi. (Marylinn Doengos : 145: 1999)

3.     Etiologi

Penyebab yang paling sering ialah ateroma yang terjadi pada pembuluh darah abdominal dan tungkai, disamling penyebab lain yang belum dapat ditentukan secara pasti. Secara garis besar penyebab gangguan tersebut dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: ekstra mural, mural dan intra mural. (Prof. Dr. dr. Adhi Djuanda : 2007)

4.     Patofisiologi

Oleh karena gangguan aliran darah arteri, misalnya terjadi penyempitan atau penyumbatan lumen, maka jaringan akan hipoksia (iskemik), sehingga terjadi perubahan di kulit. Perubahan tersebut berupa kulit menjadi tipis, kering dan bersisik, sianotik, bulu berkurang, kuku dan jari menebal dan distrofik. Akibat daya tahan terhadap trauma dan infeksi menurun. Perubahan selanjutnya dapat terjadi gangren pada jari yang tersumbat, dan akhirnya akan timbul ulkus.

1.     Patogenesis

Oleh karena gangguan aliran darah arteri, misalnya terjadi penyempitan atau penyumbatan lumen, maka jaringan akan mengalami hipoksia (iskemi), sehingga terjadi perubahan dikulit. Perubahan tersebut berupa kulit menjadi kritis, kering, dan bersisik, sianotik, bulu tungkai berkurang, kuku jari kaki menebal dan distrofik. Akibatnya daya tahan terhadap trauma dan infeksi menurun. Perubahan selanjutnya dapat terjadi gangren pada jari kaki, dan tungkai dan akhirnya timbul ulkkus. (Prof. Dr. dr. Adhi Djuanda : 2007)

2.     Manifestasi Klinis

Ulkus yang disebabkan karena hipertensi paling sering timbul disebelah lateral pergelangan kaki atau tungkai, lebih jarang pada sebelah posterior, medial atau anterior. Sedangkan yang disebabkan aterosklerosis obliterans terjadi pada tonjolan tulang. Pada mulanya terlihat lesi eritematosa yang nyeri, kemudian bagian tengah berwarna kebiruan dan menjadi bula hemorargik akhirnya mengalami nekrosis. Ulkus yang timbul biasanya dalam, berbentuk plong (punched out), kotor, tepi ulkus jelas. Rasa nyeri merupakan gejala penting pada penyakit arteri, rasa nyeri ini terasa lebih hebat pada malam hari, dapat timbul mendadak, atau perlahan-lahan, terus menerus atau hilang timbul. Bila tungkai diangkat atau keadaan dingin, rasa nyeri bertambah hebat, sehingga bila tidur penerita lebih suka menggantungkan kakinya. (Prof. Dr. dr. Adhi Djuanda : 2007)
Jika diraba dengan punggung tangan bagian distal lebih dingin daripada bagian proksimal atau kaki sebelah yang sehat. Denyut nadi pada dorsum pedis teraba lemah atau sama sekali tidak teraba. (Prof. Dr. dr. Adhi Djuanda : 2007)

3.     Diagnosis

Diagnosis ulkus arteriosum didasarkan gejala klinis dan anamnesis yang terarah. Adanya ulkus yang dalam, dan nyeri terutama malam hari serta gejala lain seperti yang telah disebut pada simtomatologi sudah cukup untuk menegakkan diagnosis. (Prof. Dr. dr. Adhi Djuanda : 2007)
Pemeriksaan lain diperlukan untuk menentukan penyebabnya, misalnya hipertensi, DM, serta factor risiko yang lain. (Prof. Dr. dr. Adhi Djuanda : 2007)
Sebagai diagnosis banding ialah ulkus venosum. Ulkus ini lebih dangkal umunya tidak nyeri, letaknya sedikit diatas maleolus internus. (Prof. Dr. dr. Adhi Djuanda : 2007)

4.     Pemeriksaan Diagnostik

Tes Allen : Dapat menunjukkan hambatan nadi radial atau ulnar proksimal pada pergelangan tangan selama serangan.
Nadi perifer : Evaluasi Doppler biasanya Doppler biasanya normal tetapi dapat menurun atau tak ada selama serangan.
Termogram : Mengukur dan menandai area perubahan suhu pada jaringan yang menunjukkan kehilangan sirkulasi.
Pletimografi digital : Perfusi abnormal, kontur nadi dan tekanan selama serangan.
Arteriografi perifer : Dapat dilakukan untuk menunjukkan arteri perifer kecil/menentukan penyakit arteri vaskuler.

5.      Penatalaksaan  Medis

Pengobatan selain ditujukan terhadap ulkus juga terhadap penyebabnya. Ulkus dibersihkan dengan larutan hydrogen peroksid atau permanganas kalikus 1 : 5000. Selanjutnya untuk merangsang granulasi dapat diberikan benzoil peroksid 10%-20%. Agar tidak terititasi kulit normal disekitar ulkus diolesi vaselin dengan kain yang dipotong sebesar ulkus dan dibasahi larutan garam faal, ditetesi losio benzoil peroksid, pemberian ditempelkan pada ulkus, selanjutnya ditutup dengan kain kassa. Hal ini diulangi sehari dua sampai tiga kali sehari. Selain merangsang granulasi, benzoil peroksid berfungsi sebagai bakterisidal, seerta melepaskan oksigen kedalam jaringan. (Prof. Dr. dr. Adhi Djuanda : 2007)
Ada juga yang mengobati dengan bubuk seng oksid yang ditaburkan pada kain kassa kemudian ditutupkan pada ulkus, dan diganti sehari sekali. Obat topical lain untuk ulkus yang juga dipakai ialah yang cara kerjanya ialah mengabsorbsi eksudat dan bakteri misalnya obat dengan nama dagang norit dalam bentuk bubuk, debrisan dan duoderm. (Prof. Dr. dr. Adhi Djuanda : 2007)
Untuk menanggulangi infeksi diberikan antibiotic atau metronidazol (khusus kuman anaerob). Analgetika diperlukan untuk mengurangi rasa nyeri. (Prof. Dr. dr. Adhi Djuanda : 2007)
Keadaan umum penderita perlu diperhatikan, dinasehati agar menghindari dingin, dan tidak merokok. (Prof. Dr. dr. Adhi Djuanda : 2007)

6.      Prognosis

Umumnya prognosis baik, tetapi juga tergantung pada keadaan umum penderita serta jenis penyakit yang mendasarinya. (Prof. Dr. dr. Adhi Djuanda : 2007)




MELASMA

B. Definisi
Melasma adalah hipermelanosis yang simetris berupa makula yang berwarna coklat muda sampai coklat tua dan yang terdapat pada daerah-daerah kulit yang terbuka (Syaifudin, 2006).
Melasma adalah gangguan berupa vlek atau bercak cokelat kehitaman tidak beraturan yang biasanya muncul di wajah. Selain wajah, bisa juga muncul di leher, lengan, atau tangan.( Sary, 2006)
Melasma adalah hypermelanosis diperoleh dari daerah-daerah terkena sinar matahari (Nila, 2007).
Melasma adalah hipermelanosis yang umumnya simetris berupa makula (perubahan warna kulit tanpa disertai peninggian atau cekungan) yang tidak merata seperti peta mengenai area yang terpajan sinar ultraviolet dengan tempat predileksi pada pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu. Perjalanan penyakit kronik dan mengalami eksaserbasi jika terkena sinar matahari atau sinar buatan UVA dan UVB. ( A. Sagung, 2009).

C. Etiologi
Etiologi melasma sampai saat ini belum diketahui pasti. Faktor kausatif yang dianggap berperan pada patogenesis melasma adalah :
  1. Sinar ultra violet.
Spektrum sinar matahari ini merusak gugus sulfhidril di epidermis yang merupakan penghambat enzim tirosinase dengan cara mengikat ion Cu dari enzim tersebut. Sinar ultra violet menyebabkan enzim tirosinase tidak dihambat lagi sehingga memacu proses melanogenesis. Paparan sinar matahari meningkatkan aktivitas dan jumlah melanosit, sel yang memproduksi melanin. Hasilnya, produksi melanin berlebihan. Sinar ultraviolet dari matahari dan bahkan setiap sinar terang yang keluar dari bola lampu dapat memicu sel-sel penghasil pigmen atau melanosit di kulit.
  1. Hormon.
Misalnya estrogen, progesteron, dan MSH (Melanin Stimulating Hormone) berperan pada terjadinya melasma. Pada kehamilan, melasma biasanya meluas pada trimester ke 3. Pada pemakai pil kontrasepsi, melasma tampak dalam 1 bulan sampai 2 tahun setelah dimulai pemakaian pil tersebut.
  1. Obat.
Misalnya difenil hidantoin, mesantoin, klorpromasin, sitostatik, dan minosiklin dapat menyebabkan timbulnya melasma. Obat ini ditimbun di lapisan dermis bagian atas dan secara kumulatif dapat merangsang melanogenesis.
  1. Genetik.
Orang-orang dengan riwayat keluarga melasma lebih mudah terkena melasma dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat melasma.Dilaporkan adanya kasus keluarga sekitar 20-70%.
  1. Ras.
Melasma banyak dijumpai pada golongan Hispanik dan golongan kulit berwarna gelap. setiap iritasi kulit juga dapat menyebabkan peningkatan pigmentasi pada indivisu berkulit gelap, yang mana hal tersebut akan memperburuk kondisi melasma
  1. Kosmetika.
Pemakaian kosmetika yang mengandung parfum, zat pewarna, atau bahan-bahan tertentu dapat menyebabkan fotosensitivitas yang dapat mengakibatkan timbulnya hiperpigmentasi pada wajah, jika terpajan sinar matahari.
  1. Timbulnya melasma juga meningkat pada pasien dengan penyakit tiroid.
Hal ini diperkirakan akibat overproduksi dari melanosit-stimulating hormone (MSH) yang dibawa oleh stres dapat menyebabkan wabah kondisi ini.

D. Patofisiologi
Proses terjadinya melasma masih belum diketahui secara pasti namun saat ini banyak faktor yang terlibat dalam patogenesis melasma. Faktor-faktor yang dimaksud, yang paling penting adalah predisposisi genetik dan pancaran sinar ultraviolet, selain itu ada juga penggunaan kontrasepsi oral, kehamilan dan kosmetik. Pasien yang telah menyelesaikan pengobatan mereka sering mengalami kekambuhan kembali setelah terpapar sinar matahari lagi. Penelitian terbaru menunjukkan tingginya kadar Alfa-MSH pada lesi keratinosit melasma memainkan peranan penting dalam hiperpigmentasi kulit melasma.
Kemungkinan ada faktor genetik yang membuat seseorang memiliki kecenderungan untuk menderita melasma. Selain dari fakta bahwa penyakit ini menjadi lebih sering muncul pada beberapa kelompok ras tertentu. Terdapat banyak kasus melasma yang ditemukan dalam sebuah keluarga, namun melasma bukan penyakit keturunan.
E. Manifestasi Klinis
Lesi melasma berupa makula berwarna coklat, abu-abu atau dapat juga biru menyatu membentuk bercak-bercak dan tepi yang irreguler.
Berdasarkan gambaran klinis, bentuk melasma terbagi dalam tiga bentuk mayor yaitu, pola sentro-fasial, pola malar dan pola mandibular. Pola sentro-fasial adalah yang paling sering ditemukan dan muncul pada kira-kira dua pertiga penderita melasma. Bentuk ini meliputi daerah dahi, hidung, pipi bagian medial dan dagu. Pola malar didapatkan pada kira-kira 20% kasus; lesi-lesinya terbatas bagian pipi dan hidung. Kira-kira 15% penderita melasma datang dengan pola mandibular yang meliputi kulit sekitar mandibula. Daerah-daerah lain yang terpajan dengan sinar matahari misalnya di lengan dapat juga terjadi melasma dengan bentuk yang berbagai dari tiga jenis pola ini.  Pada dahi, pipi, pelipis dan rahang tampak bercak-bercak pigmentasi berwarna coklat gelap. Bercak tersebut biasanya bersifat simetris (ditemukan di sisi kiri dan kanan wajah).

F. Pemeriksaan Diagnostik
  1. Pemeriksaan Secara Kasat Mata
Melasma dibedakan atas :
a.       Tipe epidermal : lesi terlihat berwarna coklat muda
b.      Tipe dermal : lesi terlihat berwarna abu-abu atau abu-abu kebiruan.
c.       Tipe campuran : lesi terlihat berwarna coklat gelap.
2.      Pemeriksaan dengan Lampu Wood / Wood Lamp
a.       Tipe epidermal : melasma tampak lebih jelas dengan lampu wood dibandingkan dengan secara kasat mata.
b.      Tipe dermal : dengan lampu wood tak tampak warna kontras dibandingkan dengan secara kasat mata.
c.       Tipe campuran : tampak beberapa lokasi lebih jelas sedang lainnya tidak jelas.
3.      Pemeriksaan Histopatologik.
Secara histopatologik terdapat dua tipe hipermelanosis:
a.       Tipe epidermal
Melanin terutama terdapat di lapisan basal dan suprabasal, kadang-kadang di seluruh stratum spinosum sampai stratum korneum; sel-sel yang padat mengandung melanin adalah melanosit, sel-sel lapisan basal, dan suprabasal, juga terdapat pada keratinosit dan sel-sel stratum korneum.
b.      Tipe dermal
Terdapat makrofag bermelanin di sekitar pembuluh darah dalam dermis bagian atas terdapat fokus-fokus infiltrat.
4.   Pemeriksaan Mikroskop Elektron
Gambaran ultrastruktur melanosit dalam lapisan basal memberi kesan aktivitas melanosit meningkat.

G. Diagnosis Banding
Beberapa melanosis wajah yang mirip melasma yaitu :
  1. Lentigo
Pada lentigo, secara klinis tampak makula coklat kehitaman berbentuk bulat atau polisiklik. Biasanya disebabkan karena bertambahnya jumlah melanosik pada lapisan dermoepidermal tanpa adanya proliferasi fokal. Lesi berupa makula hiperpigmentasi yang timbul sejak lahir dan berkembang pada pada anak-anak.
  1. Hiperpigmentasi pasca inflamasi
Hiperpigmentasi setelah inflamasi berhubungan dengan lupus eritematous kutaneus, infeksi kulit, reaksi fotosensitivitas, dermatitis atopi dan dermatitis kontak. Pada hiperpigmentasi setelah inflamasi diperoleh riwayat fase inflamasi dengan eritema, skuama dan dapat juga pruritus. Lesi awal dapat terjadi di bagian tubuh mana saja.

H. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan melasma memerlukan waktu cukup lama, kontrol yang teratur serta kerja sama yang baik antara penderita dan dokter yang menanganinya. Kebanyakan penderita berobat untuk alasan kosmetik. Pengobatan dan perawatan kulit harus dilakukan secara teratur dan sempurna karena melasma bersifat kronik residif. Pengobatan yang sempurna adalah pengobatan yang kausal, maka penting dicari etiologinya. Pengobatan yang dapat dilakukan berupa :
  1. Pengobatan topikal
a.       Hidrokinon
Sampai saat ini hidrokinon merupakan bahan pemutih yang paling banyak dipakai untuk pengobatan melasma dan relatif aman serta efektif. Cara kerja dari hidrokinon adalah menghambat konversi dopa menjadi melanin dengan menghambat enzim tirosinase. Hidrokinon dipakai dengan konsentrasi 2-5 %. Krim tersebut dipakai pada malam hari disertai pemakaian tabir surya pada siang hari. Umumnya tampak perbaikan dalam 6-8 minggu dan dilanjutkan sampai 6 bulan. Efek samping pemakaian hidrokuinon meliputi komplikasi akut dan kronik. Komplikasi akut misalnya dermatitis kontak alergi dan iritan, dan hiperpigmentasi pasca inflamasi. Pemakaian hidrokuinon juga dapat menyebabkan hipopigmentasi dan depigmentasi pada kulit yang diobati maupun kulit normal disekitarnya tetapi sifatnya sementara dan akan menghilang bila obat dihentikan. Pemakaian hidrokuinon konsentrasi tinggi (hidrokuinon > 3 %) yang dipakai dalam jangka waktu lama dapat meyebabkan kerusakan kulit yang berat dan menetap berupa okronosis. Setelah penghentian penggunaan hidrokinon sering terjadi kekambuhan.

b.      Asam retinoat (retinoic acid / tretinoin)
Asam retinoat mempunyai efek keratolitik yang mengurangi pigmentasi. Asam retinoat 0,1 % terutama digunakan sebagai terapi tambahan atau terapi kombinasi. Krim tersebut juga dipakai pada malam hari, karena pada siang hari dapat terjadi fotodegradasi. Kini asam retinoat dipakai sebagai monoterapi, dan didapatkan perbaikan klinis secara bermakna, meskipun berlangsung agak lambat. Efek samping berupa eritema, deskuamasi, dan pada daerah yang diolesi, sering berhubungan dengan dermatitis yang dapat menyebabkan hiperpigmentasi.
c.       Asam azeleat (Azeleic acid)
Asam azeleat merupakan obat aman untuk dipakai. Asam azeleat bertindak sebagai kompetitif inhibitor enzim tirosinase, yaitu suatu enzim yang paling berperan pada proses melanogenesis. Selanjutnya terbukti pula bahwa golongan ini tidak mempunyai efek toksik ataupun kemampuan depigmentasi terhadap kulit normal. Pengobatan dengan asam azeleat 20 % selama 6 bulan memberikan hasil yang baik. Efek sampingnya rasa panas dan gatal.
  1. Pengobatan sistemik
a.       Asam askorbat / Vitamin C
Vitamin C merupakan antioksidan pada cairan ekstrasel dan aktifitas sel pada umumnya. Vitamin C mempunyai efek merubah melanin bentuk oksidasi menjadi melanin bentuk reduksi yang berwarna lebih cerah dan mencegah pembentukan melanin dengan mengubah DOPA kinon menjadi DOPA.
b.      Glutation
Glutation bentuk reduksi adalah senyawa sulfhidril (SH) yang berpotensi menghambat pembentukan melanin dengan jalan bergabung dengan Cuprum dari tirosinase.
  1. Tindakan khusus
a.       Pengelupasan Kimiawi atau Peeling
Pengelupasan kimiawi dapat membantu pengobatan kelainan hiperpigmentasi. Bedah kimia superfisial, medium dan dalam sering dipakai untuk pengobatan melasma pada orang kulit putih. Bahan-bahan yang dipakai dapat berupa fenol, asam trikloroasetat, pasta resorsinol dan asam alfa hidroksi yang memberikan hasil beragam. Pada orang dengan kulit gelap, ada kecenderungan untuk menjadi hipopigmentasi atau hiperpigmentasi setelah dilakukan bedah kimia. Pengelupasan kimiawi dilakukan dengan mengoleskan asam glikolat 50-70 % selama 4 sampai 6 menit dilakukan setiap 3 minggu selama 6 kali. Sebelum dilakukan pengelupasan kimiawi diberikan krim asam glikolat 10 % selama 14 hari.
b.      Bedah laser
Tersedianya jenis laser baru yang memakai konsep fototermolisis selektif dan mempunyai panjang gelombang yang dapat menembus sampai ke dermis bagian bawah, memberi harapan besar bagi keberhasilan pengobatan melasma tipe dermal. Bedah laser tersebut bekerja secara selektif dengan menghancurkan melanin dikulit, tampa menimbulkan kerusakan pada sel atau jaringan sekitarnya. Bedah laser dengan menggunakan laser Q–Switched Ruby dan laser Argon. Bedah laser masih terbatas perangnya selain harganya yang cukup mahal, juga risiko hiperpikmentasi paska infelamasi yang ditimbulkan, selaing itu kekambuhan juga dapat terjadi.